Masih teringat senyuman yang kau lukis pada wajahku beberapa tahun lalu, suka cita yang kita terjang, hangatnya genggaman jemariku di tanganmu. Semuanya masih terasa hangat di pikiranku. Walau seharusnya sudah aku hapus sejak dulu. Ya, ini salahku, membiarkanmu selalu melayang di otakku. Pernah kucoba tuk tinggalkan semua dan berlari dari semua angan tentangmu, aku percaya aku bisa, dan ternyata aku salah. Kamu tak pernah bisa pergi dari pikiranku. Aku tak mengerti jalan pikiranmu.
Kamu yang selalu datang dan pergi seketika selalu membuatku kelimpungan. Ketika kamu hadir, kamu seakan memberikanku segelas penuh air yang aku kira akan selalu menjagaku dari kehausan dan memberiku kesegaran untuk menjalani hari-hariku. Gelas ini selalu aku pegang erat, selalu aku jaga. Ketika kamu pergi, seakan gelas penuh berisi air ini kamu senggol, dan akhirnya gelas penuh ini jatuh, retak, pecah, munuju kehancurannya. Gelas yang rapuh.
Ketika kamu hadir, otak dan hatiku selalu memberi pemahaman yang sama, kamu hadir berarti gelas rapuh itu kembali hadir. Kamu memberikan energi dalam setiap tindakanku. Kamu memberikan kehangatan dalam setiap malam sepiku. Kamu melukiskan lagi senyuman di wajahku. Setiap kamu hadir, aku selalu tenggelam dalam mimpi-mimpiku, tak pernah terbangun.
Pernah kita bicara tentang hari kemarin, aku tau, kamu tau, kita berdua tau, apa yang membuat kita harus berpisah, rasa sakit yang kita terima, penyesalan yang tiada dua. Kamu bilang menyesal hingga bertanya, "Apakah hidupmu tidak pernah lebih baik?". Kontan aku menjawab, "Hidupku lebih baik saat bersamamu". Kamu pun membalas, "Sejak lepas darimu, hidupku tidak pernah lebih baik". Apakah itu pertanda? atau aku yang salah mengartikan? Kamu memberikanku kembali segenggam pasir harapan tentang kita. Ah! lagi-lagi aku salah. Aku membiarkan pasir ini selalu ku genggam. Hingga butir demi butir pasir ini terjatuh melalui celah-celah jariku.
Ketika kamu pergi (ya, aku tau kamu akan pergi lagi), otak dan hatiku kini memberikan pemahaman yang saling bertukar belakang.
Hatiku mengatakan, "Kamu selalu terukir di dalam hatiku, tak peduli berulang kali kamu membuat aku terjatuh dari lantai tertinggi gedung yang rapuh. Tak peduli betapa lelahnya aku diberi harapan, diberi senyuman, lalu ditinggalkan dan dikecewakan".
Otakku kini berkata lain, "Aku tau sikapmu seperti ini. Aku tau kamu akan pergi. Aku tau kamu tidak akan kembali. Aku juga tau mungkin kamu akan kembali, tetapi tidak sama dengan kamu yang beberapa tahun lalu. Aku tau, aku siap jika kamu pergi. Aku sudah lelah."
Dan kini kamu pergi, akankah kamu kembali? atau tidak sama sekali?
Tolong jangan berikan aku Gelas yang Rapuh dan Segenggam Pasir Harapan lagi :(
Tidak ada komentar:
Posting Komentar